Jumat, 06 Januari 2012

Pipit Si Spiderkid-Hobi Memanjat dan Baring di Puncak Menara Listrik

Suasana Lebaran masih terasa ketika kawasan Kota Bambu, Tanah Abang, Jakarta Pusat dihebohkan dengan aksi seorang gadis kecil yang memanjat menara listrik bertegangan tinggi  setinggi 102 meter. Di usianya yang belum genap 10 tahun, ia sudah memanjat 18 tower hingga dijuluki Spider Kid.

            Aksi aktor Hollywood, Tobey Maguire dalam film Spiderman selalu membelalakkan mata. Dengan mudah, sang jagoan yang fenomenal itu memanjat gedung-gedung tinggi pencakar langit. Namun itu hanya imajinasi penulis skenario sekaligus sutradara Spiderman, Sam Raimy. Di Tanah Abang, Pipit beraksi di dunia nyata. 
Seperti Selasa 6/9  silam, untuk kesekian kalinya  Pipit   menjadi perbincangan karena memanjat menara listrik Tak tampak gurat rasa takut, bahkan sesampai di puncak, Pipit dengan ringan merebahkan diri dan menari dengan santai bak bermain di area lapang. Aksi Pipit  sempat membuat jalan macet total. Aksinya baru berakhir ketika ibunya membujuk untuk mengajak ke Monas dan Dufan melalui pengeras suara.

pipit berpose di depan rumahnya

salah satu tiang yang pipit panjat
Bisa Mengobati karena Allah
Menyusuri jalan setapak yang agak bergelombang, dengan rumah-rumah kecil berhimpit  di antara  rumput-rumput liar yang tumbuh, WI tiba di sebuah rumah kontrakan di RT 01,RW 01, Kelurahan Serua Indah, Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan. Di rumah seluas 3x10 m itulah, Pipit, sapaan akrab pemilik nama lengkap Fitria Qotrunnada, tinggal bersama kedua orangtua dan seorang kakak laki-lakinya.
 Di rumah yang terbagi atas tiga ruangan ini, Pipit dan keluarga menghabiskan waktu bersama. Sejenak bau tak sedap menyeruak dari sudut rumah. Tampak Ayahnya terus menerus membujuk Pipit untuk mengurungkan niatnya pergi ke Tanah Abang, sementara sang ibu membersihkan remah-remah makanan yang mengotori lantai.
Keinginan Pipit seakan tak terbendung, ia terus menjerit meminta ijin bermain. Ketika sang Ibu memintanya mengobati batuk reporter WI, barulah Pipit mengurungkan niatnya. Ya, selain memiliki kemampuan menaiki menara listri, Pipit juga disebut Ibunya pandai mengobati dan meramal. Seperti yang dilakukannya siang itu, jemari kecilnya memegang tenggorokan pasiennya, mulutnya kemudian komat-kamit mengucapkan sesuatu yang tak jelas terdengar.
“Aku bisa meramal dan mengobati dari Allah. Nggak ada yang ngajarin. Aku pernah ngobatin sakit ginjal, pusing, sama pegal-pegal. Kalau meramal, aku lihat tangan kanan mereka,” ujar Pipit dengan mimik muka serius.

Hobi Panjat  Sejak  4 tahun
Tubuhnya  kurus, kulitnya hitam dan penuh luka bekas gigitan nyamuk di sekujur tangan dan kaki, dengan rambut tipis, mimiknya tampak seperti orang sedang menanggapi sesuatu dengan sinis. Di balik perawakannya yang kecil itu, jika anak-anak seusianya menyukai banyak permainan bersama teman-teman seperti,bermain bola, bersepeda, bermain boneka, kelereng, atau petak umpet, tidak dengan Pipit. Ia mencapai kepuasan dan gembira dengan melakukan hobi ekstrim memanjat menara listrik. Karena aksinya itu, Pipit sempat didiagnosis menderita autisme.
“Saya nggak ngerti soal itu. Yang jelas kalau sudah di atas itu, dia nggak bisa dipaksa turun. Percuma dibujuk. Karena  kalau waktunya harus turun, ya dia akan turun dengan sendirinya. Tapi saya sempat bujuk dia ke Monas sama Dufan. Saya sedih Pipit pingin ke Dufan tapi nggak bisa nurutin. Kalau diingat, dia manjat sampai disamperin polisi sudah lima kali. Ya ditotal-total, Pipit sudah manjat 18 kali,” ungkap Sumarni, ibu kandung Pipit.
Pipit, bungsu dari tiga anak pasangan Suprapto, 52 dan Sumarni, 45. Lahir 16 Desember 2002, pertumbuhan Pipit berjalan normal, tak ada suatu keanehan.  Ibunya juga tak memiliki firasat apa-apa ketika Pipit masih dalam kandungan. Hanya saja, karena hidup yang pas-pasan, meski ketika hamil Sumarni mengidam suatu makanan tertentu, namun ia hanya bisa makan seadanya.
Sumarni bercerita, hobi memanjat Pipit mulai terlihat ketika ia menginjak usia empat tahun. Awalnya Pipit pergi bermain, setelah dicari-cari Pipit kerap menghilang dan sulit ditemui. Ternyata saat itu Pipit terlihat asik memanjat dan bergelayut di atas pohon. Dari sejak itu, Pipit mulai memanjat genting rumah hingga menara listrik. Dalam keseharian, Pipit tak banyak bergaul dengan teman sebaya di dekat rumahnya. Ia lebih memilih bermain bersama teman-temannya di daerah Tanah Abang.
Sehari-hari, keluarga ini hidup pas-pasan dari uang hasil bekerja Suprapto sebagai pekerja serabutan proyek di daerah Koja. Suprapto sendiri pernah bekerja di kantor kelurahan. Namun setelah tiga tahun bekerja, tak jua  sebagai pegawai negeri, ehingga ia memutuskan untuk berhenti.
Boks 1 : Kalau Marah, Pipit Merusak Genteng dan Listrik
Hobi Pipit menjelajahi menara demi menara listrik bermula ketika Pipit meminta untuk pergi ke Tanah Abang. Namun permintaannya ditolakorang tua. Akhirnya Pipitpun nekat meninggalkan rumah. Saat tahu disusul dan dibuntuti ibunya, Pipit nekat memanjat menara listrik.  Sejak itu, bermodal nekat, ia kerap pergi ke Tanah Abang dengan menggunakan kendaraan umum.
“Yang pertama naik angkot, terus naik kereta. Aku pernah ke sana sama ibu, sama kakak, jadinya bisa pergi tasendiri. Kalau manjat, hati jadi lega, adem. Aku peluk kabel, pegangan di situ. Aku berani.tiduran. Terus orang-orang yang di bawah jadi ramai. Aku senang manjat,” tutur Pipit dengan lancar.
Melihat hobi aneh Pipit, orangtuanya sempat membawa Pipit ke “orang pintar”. Pipit disebut dirasuki mahlus halus dan oleh karena itu ia harus mempersingkat nama Fitria Qotrunnada menjadi Fitria. Pipitpun pernah dibawa berobat ke Rumah Sakit Jiwa Grogol, namun karena keterbatasan biaya, mereka terpaksa membawa Pipit pulang, mengingat mereka pun harus mengurusi kebutuhan hidup kakak lelaki Pipit, Sutanto, 20 yang menderita hidrosepalus.
“Sebenarnya yang bilang autisme itu Kak Seto, kalau kata dokter di rumah sakit Pipit kena penyakit gangguan perilaku. Pipit itu sebenarnya anak yang pintar, harus ada yang ngarahin. Saya sendiri nggak mampu membiaya dia. Sedih sekali rasanya, apalagi kalau ingat dia ingin sekali ke Dufan,” tutur Sumarni sembari menangis.
Pipit yang suka makan mie goreng ini pernah mengenyam bangku pendidikan hingga kelas dua sekolah dasar. Namun tak sampai tiga bulan, orang tua terpaksa mengeluarkannya dari sekolah karena kebiasaan Pipit yang sering memanjat genting dan pohon di sekitar sekolah. Meski begitu, orangtua Pipit tak menampik bahwa Pipit merupakan anak yang pintar. Ketika di sekolah, Pipit dapat membaca dan mengerjakan pelajaran matematika dengan baik. Bahkan ia sempat mendapat juara kelas. Pipit bisa menghitung satu sampai sepuluh dengan bahasa Inggris, pintar berbicara dan menjawab pertanyaan dari orang dewasa.
“Pipit memang jarang bergaul dengan anak sekitar. Anaknya mah baik, tapi anak-anak lain kalau melihat dia sudah keburu takut, tapi Pipit itu nggak nakal. Dia tidak pernah berantem sama anak-anak di sini, meski dia dulu suka marah-marah. Sekarang sih dia sudah jarang marah-marah.  Kasihan orangtuanya, kalau Pipit lagi marah, genteng-genteng bisa dipretelin dan listrik bisa dibedol,” tutur Ety, salah satu tetangga yang bermukim tak jauh dari kediaman Pipit.

Boks 2: ‘Mahluk Tinggi Besar Itu Bergantian Masuk ke Badanku’
Dibalik hobi memanjatnya, Pipit bercerita  jika ada seseorang, secara tak kasat mata menyuruhnya untuk memanjat menara listrik.
“Ada yang nyuruh manjat. Cowo’ rambutnya putih panjang, badannya item, tinggi, besar. Mereka ganti-gantian masuk ke badan aku. Aku nggak bisa nolak, mereka banyak. Satu aja takut apalagi banyak,” ucap Pipit.
Sorot matanya tajam, meski saat sedang tertawa, pandangan matanya seolah-olah sinis bak orang yang penuh kebencian.

Ibu Jadi Pasien Pertama       
Sang ibu bercerita bahwa ialah yang menjadi pasien pertamanya.          
“Awalnya saya kan sakit stroke. Tangan saya sakit, nggak bisa kerja dan nyuci. Lalu dia bertanya tangan saya kenapa. Dan saya bilang kalau tangan ini sakit. Tak lama, sambil memegang tangan ibu, Pipit komat-kamit dan tak lama kemudian, tangan saya tak sakit lagi,” cerita Sumarni
“Sejak itu Pipit suka mengobati orang. Kebanyakan pasiennya ada di Tanah Abang. Makanya Pipit sering memaksa pergi ke sana karena dia sudah janji mau nyembuhin orang. Dia nggak pernah minta bayaran, kalau dikasih dan dipaksa, baru dia terima,” lanjut si Ibu.
Ketika ditanya apa cita-citanya, Pipit menunduk malu-malu dan menjawab ingin menjadi anak presiden dan menjadi orang kaya. Sebab dengan menjadi anak presiden dan anak orang kaya, ia bisa jalan-jalan kemanapun ia suka dan bisa memberi uang kepada pengemis di kereta. Sebuah harapan polos dan tulus yang mungkin tak pernah terpikirkan oleh anak seusia Pipit lainnya.

Bukan Autisme
            Menurut dokter ahli kejiwaan Dr Ika Widyawati SpKJ (K), terdapat tiga gejala pokok seseorang mengidap autisme, yakni:
1. Adanya gangguan pada interaksi sosial
Otomatis, seseorang tidak bisa berinteraksi secara normal dengan orang sekelilingnya. Dia tidak mengenal siapa orangtuanya, siapa nama mereka. Kalaupun bisa, itu sudah agak terlatih. Dilihat dari kontak mata, walaupun dia melihat tetapi seperti menembus kita, seperti melamun. Ketika dipanggil, ia tidak akan merespon. Interaktif dengan orang lain akan sangat minim. Dia tidak mau berteman, dia akan menyendiri dan lepas dari kelompoknya.

2. Adanya gangguan komunikasi dua arah, baik verbal mapun non verbal
Kalaupun orang tersebut bisa bicara, itu hanya one way, satu arah, hanya cerita tentang dirinya. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan orang karena apa yang ada di dalam pikiranya, itu yang akan dikeluarkan. Biasanya nada suara akan monoton, ada lengkingan infantil (seperti suara bayi yang khas). Pada anak autisme, non verbal juga terganggu. Umumnya seorang anak normal, tanpa diajari dia akan menunjuk sesuatu. Pada anak autistik mereka harus diajari. Mereka tidak akan senyum meskipun kita tersenyum.

3 Adanya gerakan tubuh yang tidak biasa
Pada autisme, terdapat gerakan tubuh yang diulang-ulang seperti mengepakkan tangan atau tepuk-tepuk paha. Namun tidak ada tujuan ketika melakukan hal tersebut.

Boks 3 : Digerakkan Halusinasi & Khayalan
“Dari cerita yang dituturkan, melihat komunikasi dua arah bagus, interaksi sosial juga tidak terganggu, dia juga tidak melakukan gerakan yang tidak biasa. Mungkin  dia hanya menyukai menara. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan ke arah autistik. Ini juga bukan berarti dia mengalami gangguan tingkah laku,”ujar dr Ika Widyawati SpKJ (K ketika ditemui di departemen Psikiatri FKUI/RSCM, Jakarta.

Menurut Ika, nak dengan gangguan tingkah laku sebenarnya berat. Karena bisa menyebabkan si anak mencuri, membangkang, bahkan tidak mempunyai keinginan untuk sekolah.
”Kalau anak ini hanya ingin atau menyukai untuk menaiki menara seperti itu, ya mungkin itu hanya sebatas menyukai menara. Itu perlu diteliti lebih lanjut,” ujarnya lagi.
Lebih lanjut Ika mengatakan  gangguan tingkah laku pasti ada kejahatan moral yang menyertai seperti berbohong atau mencuri.
”Meskipun dia membendol listrik, tapi mungkin saja dia tidak tahu apa tujuannya. Dia tidak mengerti akibatnya. Kalau gangguan tingkah laku beda, dia melakukan sesuatu karena ada tujuannya. Mungkin dia hanya memiliki kelebihan pada keterampilan motorik kasarnya dan kelebihan pada keberaniannya,” lanjut dr.Ika
Perihal adanya seseorang yang berbisik kepadanya, dr Ika menjelaskan bisa jadi itu merupakan halusinasi atau khayalan dari seorang anak kecil.
            “ Ada yang namanya halusinasi dengar. Kita mendengar suara padahal itu suara kita sendiri, begitu juga dengan halusinasi melihat. Kita melihat sesuatu padahal itu tidak ada. Kita harus buktikan. Bukankah semua anak kecil memang suka menghayal?” ujar dr.Ika.
Lebih jauh, terdapat beberapa tindakan medis yang bisa diambil untuk menangani masalah ini, yakni pemberian obat dan terapi seperti terapi bermain, perilaku, dan wicara. Pemberian obat merupakan pengobatan utama karena neurotransmitter atau jumlah cairan zat kimia yang ada di otak sedang terganggu. Obat tersebut akan membuat stabil jumlah  neurotransmitter. Jika sudah stabil, dengan sendirinya maka emosi dan perilaku seseorang juga akan stabil.
“Otomatis terapi-terapi lain bisa membantu. Kalau anak tersebut masih marah dan mengamuk, kan tidak mungkin terapi-terapi lainnya bisa dilakukan. Tak hanya anak, kita juga perlu melakukan konseling dengan orang tua agar kita juga tahu bagaimana riwayat kesehatan mereka. Setelah itu baru melakukan wawancara dengan sang anak.
Pertama wawancara dengan ortunya, latar belakangnya, bagaimana waktu kehamilannya, dan riwayat penyakit. Baru kita wawancara anaknya. Tak ada yang bisa memastikan kesembuhan. Ada yang membutuhkan waktu sebentar, lama, bahkan permanen,” jelas dr. Ika.

au revoir (WI edisi 1132)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar